Kamu
tau film Death Note? Salah satu pemerannya adalah Tatsuya Fujiwara. Tatsuya
Fujiwara memerankan tokoh Light Yagami yang cerdas, idealis, dan…menyeramkan. Beberapa
hari yang lalu saya melihatnya di sebuah film yang ditonton kedua adik saya dan
saya pun tertarik untuk menontonnya. Karena film itu sudah berjalan lebih dari
setengahnya, saya memesan film tersebut di TV kabel langganan saya.
Film
itu adalah Paredo. Dari synopsisnya tergambar bahwa film tersebut adalah sebuah
film misteri, namun ketika saya menonton, semuanya tampak baik dan biasa pada
awalnya. Hidup lima orang dengan latar belakang yang berbeda di satu flat
(semacam kamar di apartemen/rumah susun) yang tidak pernah benar-benar hidup
bersama. Mereka hidup di satu tempat yang sama, memang, tapi tidak pernah
benar-benar peduli dengan masalah hidup yang sebenarnya antara satu sama lain.
Beberapa
masalah yang datang di rumah itu membuat mereka akhirnya mau tidak mau “bangun”
dari kondisi itu dan acuh tidak acuh menghadapinya bersama. Masalah-masalah
bersama itu dimulai dari dugaan mereka bahwa flat di samping mereka adalah
rumah bordil, terjadinya tindak kekerasan berantai di sekitar flat mereka, juga
datangnya “pria penghibur pria” yang secara misterius ada dan akhirnya ikut
tinggal di flat mereka. Satu demi satu cerita pun disuguhkan dalam film ini dan
menguak sedikit demi sedikit misteri.
Dari
semua penggalan peristiwa yang dihadirkan, terlihat jelas bahwa sesungguhnya sejak
awal mereka sudah tahu dan mengerti hidup masing-masing dari teman satu flatnya
itu. Namun mereka memilih untuk mengabaikannya dan pura-pura tidak tahu untuk
kenyamanan bersama. Ya, mereka tidak ingin terlibat dalam masalah teman mereka.
Mereka hanya ingin mereka sama-sama nyaman dan damai sehingga tidak saling
mengusik. Salah satu dari mereka sempat mengibaratkan flat mereka sebagai
internet café atau chat room di mana mereka bisa datang untuk menyenangkan diri
(meski harus menghindar dari kenyataan) dan keluar ke dunia nyata kapan pun
mereka mau.
Hmm…
Sejujurnya cerita ini membuat perut saya sakit. Entah karena ceritanya konyol
atau karena saya juga ingin menyangkal dari kenyataan bahwa ini juga hal yang
sangat sering terjadi di era kita? Menyeramkan. Sekaligus menyedihkan. Tekanan
hidup bertambah seiring dengan zaman yang ada. Hal baik dan buruk kita lihat,
dengar, atau rasakan baik secara langsung maupun dengan segala teknologi
informasi dan komunikasi yang ada. Dengan segala kemudahan transportasi,
komunikasi, serta teknologi lainnya, kita dapat dengan mudahnya bertemu banyak
orang. Tapi apakah kita benar-benar megenalnya?
Ironisnya,
doktrin untuk menjadi orang yang baik yang diberikan lewat film atau lagu yang
mengharukan membuat kita mengutuki hidup kita. Seringkali itu membuat kita
membandingkan hidup kita yang jauh lebih buruk dengan apa yang kita saksikan
dan malu akan itu. Pada akhirnya kita menganggap masalah adalah suatu aib yang
seharusnya hanya kita yang tau. Kita lalu mencari teman untuk sekedar
bersenang-senang dan melupakan masalah kita, bukannya benar-benar
menyelesaikannya. Kita hanya bersembunyi. Kita berbohong. Bersama dengan teman
yang sama “sakit”-nya dengan kita, kita menolak realita dan sejenak ingin merasakan
kedamaian.
Semuanya
tentu saja semu. Palsu. Setiap hari kita tertawa bersama saat mata membuka,
lalu tidur dengan mimpi buruk dan kegelisahan yang sama. Semakin realitanya
buruk, semakin banyak kegelisahan yang muncul., semakin keras juga tertawa yang
kita jadikan topeng saat bertemu wajah-wajah asing yang pura-pura kita kenal.
Bukankah itu lebih menyakitkan? Terus menutupi kebohongan dengan kebohongan
lainnya. Bahagia yang semu setelah gelisah di malam yang membuatmu jemu dan
begitu seterusnya. Lingkaran setan yang paling mengerikan. Apakah kita mau terus-menerus
hidup di dalam lingkaran kebohongan yang sama?
Seseorang
pernah berkata kepada saya, masalah yang paling menganggumu dan menurutmu
paling rahasia, sesungguhnya adalah masalah yang paling umum, hanya saja kebanyakan
orang lebih memilih untuk menutupinya. Jadi, siapa pun kamu, kamu tidak seburuk
yang kamu kira. Selalu ada jalan untuk keluar ketika kamu siap untuk memotong
garis pada lingkaranmu dan menjadikan itu sebagai satu garis lurus yang memiliki
sebuah akhir. Berjalan maju dalam satu garis menuju suatu titik adalah satu
pilihan. Apapun ujungnya, bukankah lebih baik jujur pada diri sendiri dan
meninggalkan sakit yang sama setelah sekian lama?
XOXO
for every human being,
-Gee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar