Selasa, 21 Mei 2013

The Circle of Lie


          Kamu tau film Death Note? Salah satu pemerannya adalah Tatsuya Fujiwara. Tatsuya Fujiwara memerankan tokoh Light Yagami yang cerdas, idealis, dan…menyeramkan. Beberapa hari yang lalu saya melihatnya di sebuah film yang ditonton kedua adik saya dan saya pun tertarik untuk menontonnya. Karena film itu sudah berjalan lebih dari setengahnya, saya memesan film tersebut di TV kabel langganan saya.
          Film itu adalah Paredo. Dari synopsisnya tergambar bahwa film tersebut adalah sebuah film misteri, namun ketika saya menonton, semuanya tampak baik dan biasa pada awalnya. Hidup lima orang dengan latar belakang yang berbeda di satu flat (semacam kamar di apartemen/rumah susun) yang tidak pernah benar-benar hidup bersama. Mereka hidup di satu tempat yang sama, memang, tapi tidak pernah benar-benar peduli dengan masalah hidup yang sebenarnya antara satu sama lain.
          Beberapa masalah yang datang di rumah itu membuat mereka akhirnya mau tidak mau “bangun” dari kondisi itu dan acuh tidak acuh menghadapinya bersama. Masalah-masalah bersama itu dimulai dari dugaan mereka bahwa flat di samping mereka adalah rumah bordil, terjadinya tindak kekerasan berantai di sekitar flat mereka, juga datangnya “pria penghibur pria” yang secara misterius ada dan akhirnya ikut tinggal di flat mereka. Satu demi satu cerita pun disuguhkan dalam film ini dan menguak sedikit demi sedikit misteri.
          Dari semua penggalan peristiwa yang dihadirkan, terlihat jelas bahwa sesungguhnya sejak awal mereka sudah tahu dan mengerti hidup masing-masing dari teman satu flatnya itu. Namun mereka memilih untuk mengabaikannya dan pura-pura tidak tahu untuk kenyamanan bersama. Ya, mereka tidak ingin terlibat dalam masalah teman mereka. Mereka hanya ingin mereka sama-sama nyaman dan damai sehingga tidak saling mengusik. Salah satu dari mereka sempat mengibaratkan flat mereka sebagai internet cafĂ© atau chat room di mana mereka bisa datang untuk menyenangkan diri (meski harus menghindar dari kenyataan) dan keluar ke dunia nyata kapan pun mereka mau.
          Hmm… Sejujurnya cerita ini membuat perut saya sakit. Entah karena ceritanya konyol atau karena saya juga ingin menyangkal dari kenyataan bahwa ini juga hal yang sangat sering terjadi di era kita? Menyeramkan. Sekaligus menyedihkan. Tekanan hidup bertambah seiring dengan zaman yang ada. Hal baik dan buruk kita lihat, dengar, atau rasakan baik secara langsung maupun dengan segala teknologi informasi dan komunikasi yang ada. Dengan segala kemudahan transportasi, komunikasi, serta teknologi lainnya, kita dapat dengan mudahnya bertemu banyak orang. Tapi apakah kita benar-benar megenalnya?
          Ironisnya, doktrin untuk menjadi orang yang baik yang diberikan lewat film atau lagu yang mengharukan membuat kita mengutuki hidup kita. Seringkali itu membuat kita membandingkan hidup kita yang jauh lebih buruk dengan apa yang kita saksikan dan malu akan itu. Pada akhirnya kita menganggap masalah adalah suatu aib yang seharusnya hanya kita yang tau. Kita lalu mencari teman untuk sekedar bersenang-senang dan melupakan masalah kita, bukannya benar-benar menyelesaikannya. Kita hanya bersembunyi. Kita berbohong. Bersama dengan teman yang sama “sakit”-nya dengan kita, kita menolak realita dan sejenak ingin merasakan kedamaian.
          Semuanya tentu saja semu. Palsu. Setiap hari kita tertawa bersama saat mata membuka, lalu tidur dengan mimpi buruk dan kegelisahan yang sama. Semakin realitanya buruk, semakin banyak kegelisahan yang muncul., semakin keras juga tertawa yang kita jadikan topeng saat bertemu wajah-wajah asing yang pura-pura kita kenal. Bukankah itu lebih menyakitkan? Terus menutupi kebohongan dengan kebohongan lainnya. Bahagia yang semu setelah gelisah di malam yang membuatmu jemu dan begitu seterusnya. Lingkaran setan yang paling mengerikan. Apakah kita mau terus-menerus hidup di dalam lingkaran kebohongan yang sama?
          Seseorang pernah berkata kepada saya, masalah yang paling menganggumu dan menurutmu paling rahasia, sesungguhnya adalah masalah yang paling umum, hanya saja kebanyakan orang lebih memilih untuk menutupinya. Jadi, siapa pun kamu, kamu tidak seburuk yang kamu kira. Selalu ada jalan untuk keluar ketika kamu siap untuk memotong garis pada lingkaranmu dan menjadikan itu sebagai satu garis lurus yang memiliki sebuah akhir. Berjalan maju dalam satu garis menuju suatu titik adalah satu pilihan. Apapun ujungnya, bukankah lebih baik jujur pada diri sendiri dan meninggalkan sakit yang sama setelah sekian lama?

XOXO
for every human being,

-Gee