Wew, sudah 68 tahun sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pertama dibacakan di depan umum. Sejak tadi saya merinding mendengar lagu Bagimu Negeri berkumandang selagi memandangi kibaran bendera merah putih di depan rumah, di lain sisi ini juga membuat saya merasa miris. Masih saja sering saya mendengar ungkapan-ungkapan seperti di bawah ini:
Waktu nonton film yang cinematography-nya keren dari luar negeri:
“Kapan ya Indonesia bisa kayak gitu? 50 tahun lagi juga belum tentu.”
“Kapan ya Indonesia bisa kayak gitu? 50 tahun lagi juga belum tentu.”
Waktu baca berita:
“Payah banget sih politik negeri ini. Males juga ngedukungnya. Bisanya cuma korup.”
“Payah banget sih politik negeri ini. Males juga ngedukungnya. Bisanya cuma korup.”
Waktu ngomongin cita-cita:
“Gua mah kalo udah sukses, punya banyak uang mau tinggal di luar negeri. Indonesia nggak maju-maju.”
“Gua mah kalo udah sukses, punya banyak uang mau tinggal di luar negeri. Indonesia nggak maju-maju.”
Nahlo! Gimana mau merdeka kalau jalan pikir orang-orangnya
kayak gitu? Memprihantinkan memang, tapi ini kenyataannya. Lebih banyak yang
mempertanyakan “Apa yang bisa negara ini beri untuk saya?” daripada yang
memikirkan ”Apa yang bisa saya beri untuk negara ini?”
Mimpi untuk menjadi hebat dan kaya bukan suatu hal yang
salah. Tapi jangan juga mengejar kekayaan atas materi dan kekuasaan, melainkan
karya. Ya, seharusnya kita juga berusaha untuk bisa kaya akan karya. Karya yang bukan hanya mampu menunjukan eksistensi
diri namun juga membantu mengharumkan nama negeri ini.
Coba lihat prestasi yang diberikan teman-teman kita Juli
lalu, di ajang Olimpiade Matematika
Internasional ke-54 yang diadakan di Santa
Marta, Kolombia, pada 18-27 Juli 2013. Stephen Sanjaya dan enam
anak Indonesia lainnya berhasil membawa pulang dua medali emas dan empat medali
perak. Tetapi bukan hanya mereka pahlawannya di sini, melainkan timpengajar
mereka yang mampu membuat mereka seperti ini. Orang yang telah mengajarkan
mereka bukan hanya berkarya untuk eksistensi diri, pengajarannya mampu
mencerdaskan anak-anak ini dan membawa mereka mengaharumkan nama negara. Dengan
demikian, karyanya mengkaryakan hal yang lainnya. Menjadi inspirasi bagi banyak
anak lainnya.
Setiap dari kita memiliki
bekal masing-masing. Mudahnya saja, bagi para kaum terpelajar, sebelum membuat
terobosan baru yang besar untuk diterapkan, hendaknya terlebih dulu menerapkan
apa yang telah dia pelajari dan mengajarkannya bagi orang disekitarnya yang
mungkin kurang mengerti. Mulai dari mengajarkan adik mengerjakan PR-nya sampai
membagikan ilmunya untuk memberdayakan Sumber Daya Manusia di sekitar. Kalau
ada yang mau niat belajar, mbok ya dibantu, jangan diragukan atau diremehkan terlebih
dahulu. Sudah saatnya para kaum terpelajar membukakan mata orang-orang yang
belum sadar akan entingnya belajar. Bukan saja dengan demo, tapi
mensosialisasikan issue-issue penting. Buat waktu yang kita habiskan untuk
menimba ilmu berarti.
Bagi kita pemuda, sudah saatnya kita bekerja menciptakan
dunia yang kita impikan. Muak dengan politisi yang korup, jadilah politisi
berikutnya yang bersih. Kesel lihat film Indonesia yang gitu-gitu aja, ya pelajarilah
bagaimana cara membuat yang lebih baik dan ciptakan. Merasa Indonesia gak
maju-maju, ini tugaskita untuk memajukannya. Seperti Mathama Gandhi pernah
berkata, “Be the change we wish to see.” Jangan menunggu Indonesia bisa ini dan
itu untuk mencintai negeri sendiri. Kenalilah Indonesia lebih dekat lagi, jadilah
bagian di dalamnya, bangunlah jiwanya
bangunlah raganya untuk Indonesia raya. Sadarkan orang-orang disekitar kita
betapa berharganya negeri ini dan buat mereka mencintainya.
Buat Dirgahayu Indonesia ke-68 ini sebagai titik tolak kita
menuju Indonesia yang lebih baik. Optimis, bersama-sama kita lakukan gerakan
pembangunan dari pribadi kita masing-masing. Kita pribadi yang merdeka dari
stereotape kebobrokan Indonesia mampu membuktikan bahwa kita lebih baik.
Buat Indonesia merdeka,
Gee ^0^”